HARIANDATA.COM – Sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Marisa, Pohuwato yang diagendakan hari ini, Senin (13/1/2025) tidak dihadiri oleh pihak Gakkum LHK Balai Wilayah Sulawesi sebagai termohon.
Hal ini mengecewakan tim kuasa hukum pemohon Fendi Yalang dan Doni, Irfan Slamet Bano dan Afrizal A.Pakaya yang menyatakan bahwa ketidakhadiran tersebut disebabkan oleh alasan yang tidak relevan.
Pihak Gakkum LHK Balai Wilayah Sulawesi mengklaim bahwa mereka tidak dapat hadir karena ada agenda sidang di pengadilan lain. Namun, kuasa hukum pemohon menilai alasan tersebut sebagai upaya untuk mengulur waktu dalam proses hukum yang sedang berlangsung.
“Kami sangat kecewa pihak Gakkum LHK BWS selaku termohon tidak hadir dalam agenda sidang hari ini,” ungkap Irfan Slamet Bano.

Irfan menyampaikan bahwa Hakim tunggal Pengadilan Negeri Marisa kemudian memutuskan untuk memanggil kembali pihak termohon agar hadir pada sidang berikutnya yang dijadwalkan pada hari Senin, 3 Februari 2025.
“Panggilan tersebut akan menjadi kesempatan terakhir bagi pihak Gakkum LHK untuk hadir dan mengikuti proses persidangan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Dua tokoh masyarakat asal Kecamatan Popayato, Fendy Yalang dan Doni, dikabarkan ditangkap oleh Tim Gabungan Pengamanan Hutan Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi pada Jumat (13/12/2024).
Penangkapan tersebut berlangsung di area HGU (Hak Guna Usaha) milik Perusahaan Loka Indah Lestari (LIL), yang kini menjadi sorotan.
Kuasa hukum kedua tersangka, Irfan Slamet Bano, SH.I dan Afrizal A.Pakaya, saat dikonfirmasi Hariandata.com menegaskan bahwa pihaknya akan segera mengambil langkah hukum dengan mengajukan praperadilan terhadap Gakkum KLHK.
Irfan menyatakan bahwa penangkapan tersebut tidak sah karena lokasi penangkapan berada di wilayah HGU, bukan di kawasan Hutan Lindung, yang menjadi dasar hukum penangkapan.
“Klien kami tidak berada di hutan lindung, tetapi di wilayah HGU. Selain itu, mereka sudah memiliki MoU dengan PT. Loka Indah Lestari (LIL) dan koperasi terkait izin pengambilan kayu,” tegas Irfan Slamet Bano.
Irfan juga mengkritisi prosedur hukum yang dijalankan oleh pihak Gakkum KLHK. Menurutnya, penangkapan dilakukan pada 13 Desember, namun laporan penangkapan baru dibuat pada 14 Desember, dan baru pada 15 Desember status tersangka ditetapkan.
“Penangkapan ini cacat formil. Kami bertanya, mengapa penangkapan dilakukan pada 13 Desember, tetapi laporan baru dibuat sehari setelahnya? Ini jelas menyalahi prosedur,” ujar Irfan dengan tegas.
Sebagai langkah lanjutan, pihak kuasa hukum berencana untuk mengajukan praperadilan guna menuntut kejelasan atas penangkapan tersebut. Mereka juga menegaskan bahwa FY, salah satu kliennya, saat ditangkap berada di pos wilayah HGU Perusahaan.
“Sesuai dengan hal ini, kami akan memperjuangkan hak-hak klien kami melalui upaya hukum yang lebih lanjut,” tutup Irfan.