HARIANDATA.COM – Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang dijalankan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) di Desa Dudewulo dan Dambalo, Kecamatan Popayato Barat, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, diduga tidak berjalan sesuai ketentuan.
Hasil penelusuran lapangan menunjukkan pelaksanaan kegiatan yang berbentuk kelompok atau sistem swakelola itu jauh dari tujuan utama program rehabilitasi lingkungan.
Pantauan tim di sejumlah titik lokasi memperlihatkan banyak areal tanam RHL yang terbengkalai. Sebagian lahan masih kosong, sementara bibit yang sudah ditanam tampak tidak terawat bahkan mati.
Kondisi ini menimbulkan dugaan bahwa kegiatan tersebut hanya sebatas formalitas administrasi tanpa hasil nyata di lapangan.
Sejumlah warga mengaku tidak mengetahui secara pasti proses pelaksanaan kegiatan.
“Kami tidak tahu siapa yang menanam dan kapan dikerjakan. Tiba-tiba muncul papan proyek, lalu beberapa waktu kemudian tidak ada lagi aktivitas di lokasi,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Ironisnya, program yang menelan anggaran cukup besar ini diduga lepas dari pengawasan ketat BPDAS maupun pemerintah daerah.
Tidak tampak adanya kontrol lapangan yang memadai, baik dari sisi administrasi maupun teknis pelaksanaan. Padahal, berdasarkan petunjuk pelaksanaan, program RHL seharusnya melibatkan masyarakat setempat secara aktif serta didampingi instansi teknis terkait.
Minimnya transparansi dan lemahnya pengawasan inilah yang kemudian memunculkan dugaan kuat adanya penyimpangan.
Dugaan semakin menguat karena ditemukan indikasi bahwa beberapa titik lokasi pelaksanaan tidak sesuai dengan peta rencana kegiatan sebagaimana tercantum dalam dokumen teknis program.
Aktivis lingkungan asal Gorontalo, Amar Mayah, mendesak aparat penegak hukum turun tangan untuk mengaudit dan menginvestigasi pelaksanaan program tersebut.
“RHL seharusnya menjadi kegiatan berkelanjutan yang memberi manfaat ekologis dan sosial bagi masyarakat. Tapi kalau pelaksanaannya hanya formalitas di atas kertas, ini sudah mencederai semangat konservasi,” tegas Amar.r
Ia menilai, tanpa pengawasan ketat, program pemulihan lahan kritis justru berpotensi menjadi lahan subur bagi praktik penyimpangan anggaran.
Hingga berita ini diturunkan, pihak BPDAS maupun Pemerintah Kabupaten Pohuwato belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan ketidaksesuaian pelaksanaan program RHL di dua desa tersebut.












